Pj Wali Kota Tebingtinggi H Zulkarnain mengharapkan pendistribusian dana dari pajak rokok ke daerah tepat waktu, agar penggunaannya bisa disesuaikan dingin APBD. Pasalnya, pendistribusian DBH pajak rokok dari pusat ke pemerintah provinsi sering terlambat bahkan ke daerah (kabupaten/kota) dilakukan bertahap.
Hal itu dikatakan Zulkarnain saat membuka Seminar Pajak Rokok Daerah Bagi Pembangunan Kesehatan Masyarakat, dengan narasumber dr Farina Andayani MSc dari Kemenkes dan Rita Mustika Hayati dari Kabid Pajak Provsu, Kamis (23/3), di Aula Resto Bayu Lagon Jalan KL Yos Sudarso Tebingtinggi.
Untuk Tebingtinggi, lanjutnya, DBH dari pajak rokok sebesar Rp8 miliar dialokasikan ke RSUD Kumpulan Pane untuk membeli alat kesehatan (Alkes) CT Scan yang saat itu sangat dibutuhkan. “Kami berharap pajak cukai rokok bisa digunakan untuk pembangunan masyarakat di bidang kesehatan,” ujarnya.
Dia mengatakan, meskipun kebijakan pajak rokok sesuai UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mulai diterapkan sejak Januari 2014, tapi masih banyak daerah yang belum memiliki pemahaman dan persepsi yang sama tentang tujuan dan peruntukan pajak rokok yang dipungut pemerintah sebesar 10% dari nilai cukai rokok. “Melalui seminar ini kita akan tahu penggunaan pajak rokok untuk penanganan masalah kesehatan yang belum didanai sumber pendanaan lain, seperti APBN, APBD, DAK non fisik, DAU dan Dekon serta Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT), sehingga pemerintah daerah dan SKPD lintas sektor di daerah bisa memilih kegiatan mana yang sudah dan belum didanai oleh sumber dana tersebut,” jelasnya.
Menurut dia, untuk mengendalikan dan mengatasi dampak negatif rokok, perlu penerapan pajak yang lebih adil kepada seluruh daerah, karena sebelumnya daerah yang mendapatkan DBH CHT hanya daerah penghasil rokok dan tembakau. Selain itu, perlu peningkatan “local taxing power” guna meningkatkan kemampuan daerah dalam menyediakan pelayanan kesehatan kepada publik.
Kabid Pajak APU, PBBKB dan Pajak Rokok Badan Pengelola Pajak dan Rertribusi Daerah (BP2RD) Provsu, Rita Mestika Hayati selaku narasumber menyampaikan, sepanjang 2016, nilai dana DBHCHT untuk Tebingtinggi sebesar Rp 9,377 miliar dan dibagikan secara bertahap pertriwulan. Triwulan I sebesar Rp 2,811 miliar, Triwulan II Rp 2,361 miliar, Triwulan III Rp 2,058 miliar dan Triwulan IV Rp 2,146 miliar.
“Pajak rokok disetor ke rekening kas umum daerah (RKUD) provinsi dilakukan pertriwulan, dan disetor setiap bulan pertama triwulan berikutnya secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk, sesuai pasal 94 UU No 28 Tahun 2009 tentang Bagi Hasil Penerimaan Pajak Rokok ditetapkan, 30% bagian provinsi dan 70% kabupaten/kota. Sedangkan penerimaan pajak rokok baik bagian provinsi maupun kabupaten/kota dialokasikan paling sedikit 50% untuk mendanai pelayanan kesehatan dan penegakan hukum seperti pemberantasan peredaran rokok ilegal serta penegakan aturan mengenai larangan merokok sesuai peraturan kawasan tanpa rokok,” urainya.
Sedangkan Farina Andayani menyampaikan, upaya perubahan perilaku dalam pengendalian konsumsi produk tembakau harus didukung kebijakan dalam bentuk peraturan daerah dan penerapan hukumnya. “Komitmen pemangku kebijakan merupakan kunci utama untuk pengendalian konsumsi produk tembakau,” papar Kasi Penyakit Paru Kromis Kemenkes ini.
Sementara Koordinator Pengendalian Tembakau Yayasan Pusaka Indonesia OK. Syahputra Harianda mengharapkan kepada pemerintah Kota Tebing Tinggi khususnya Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi untuk lebih mengoptimalkan Dana Pajak Rokok sesuai dengan peruntukannya, terutama utama Kawasan Tanpa Rokok (KTR). “apalagi Tebing Tinggi belum mempunyai Perda KTR, hanya ada Perwal KTR, ada baiknya dana Pajak Rokok juga dialokasikan untuk pembuatan Perda KTR Tebing Tinggi” ungkapnya