Provinsi dan kabupaten/kota wajib untuk mengalokasikan 50 persen penerimaan pajak rokok untuk mendanai pelayanan kesehatan dan penegakan hukum Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 102/PMK.07/2015 tentang Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran Pajak Rokok, yang terbit pada 25 Mei 2015, yang merupakan revisi atas PMK Nomor 115/PMK.07 /2013.
“Penggunaan Pajak Rokok untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat oleh Provinsi/Kabupaten/Kota dilakukan dengan berpedoman pada petunjuk teknis yang ditetapkan Menteri Kesehatan No. 40 tahun 2016 tentang Petunjuk tekhnis pengunaan pajak rokok untuk pendanaan pelayanan kesehatan masyarakat ,” ujar Kasubdit Penyakit Paru Kronik dan Gangguan Imunologi Kementrian Kesehatan RI, dr. Theresia Sandra Diah Ratih, MHA, pada acara workshop penyusunan program pembangunan kesehatan masyarakat dengan mengoptimalkan dana pajak rokok di propinsi Sumatera Utara (9/5), yang diselengarakan Yayasan Pusaka Indonesia (YPI).
Theresia Sandra menjelaskan penggunaan pajak rokok untuk mendanai penegakan hukum oleh aparat yang berwenang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Apabila terdapat sisa pengunaan pajak rokok, Theresia menegaskan selisih lebih tersebut digunakan untuk mendanai kegiatan yang sama, yakni kesehatan dan penegakan hukum, pada tahun anggaran berikutnya. Ditambahkannya, untuk tarif pajak rokok belum berubah, tetap 10 persen, seperti tertuang dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Pemungutan pajak rokok dilakukan oleh Kantor Bea dan Cukai bersamaan dengan pemungutan cukai rokok.
Hal senada juga disampaikan Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah III Direktorat Jendral Bina Pembangunan Daerah Kementrian Dalan Negeri Drs. Eduard Sigalingging, MSi mengharapkan Pemerintah Daerah dapat mengoptimalkan dana pajak rokok untuk bidang kesehatan, karena ini merupakan bagian Nawacita Presiden RI.
Eduard juga mengungkapkan bahwa urusan kesehatan merupakan urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar. “hal ini wajib diselenggarakan oleh semua daerah, Pemerintah daerah harus mengalokasikan anggaran urusan kesehatan minimal 10% dari total belanja APBD di luar gaji, pendanaannya bersumber dari APBN dan APBD” ungkapnya.
Sementara, Koordinator Program Pengendalaian Tembakau YPI OK. Syahputra Harianda mengatakan, maksud penyelengaraan workshop ini untuk menyamai persepsi dan pemahaman terhadap berbagai kebijakan pemerintah pusat serta praktek-praktek terbaik penyaluran dan pemanfaatan dana pajak rokok dalam pembangunan kesehatan masyarakat dan Tersusunnya grand design Rencana Kerja/Program Pembangunan Kesehatan melalui Pengendalian Tembakau.
Syahputra berharap pemerintah Kabupaten/Kota untuk dapat mengoptimalkan dana pajak rokok sesuai peruntukannya, terutama dalam implementasi dan pembuatan regulasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR), ungkapnya.
Hadir juga sebagai narasumber Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan Drg. Usma Polita. Workshop ini dihadiri oleh 40 peserta dari instansi Dinkes, Bappeda, BPKAD, Bagian Hukum, Inspektorat dan Satpol PP dari Provinsi dan enam Kabupaten/ Kota, Medan, Serdang Bedagai, Tebing Tinggi, Pematang Siantar, Binjai dan Pakpak Bharat dan di buka secara resmi oleh Deputi Ketua Badan Pengurus YPi, Drs. Prawoto.