MEDAN, KOMPAS.com – Tiga tahun sudah Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok Kota Medan diberlakukan. Semua fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat bermain anak, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, dan tempat umum, sudah ditetapkan sebagai kawasan tanpa asap rokok (KTR).
Namun, realitanya masih jauh panggang dari api. Dari 10 warga Kota Medan yang ditanyai soal KTR, tujuh orang mengaku tidak mengetahui dan bertanya balik. Iklan-iklan rokok dengan baliho dan spanduk besar mencolok mata bertebaran di hampir seluruh sudut kota dan jalan-jalan protokol, menjadi santapan mata.
Anak sekolah masih dengan seragamnya sepulang sekolah langsung menuju kios kecil tak jauh dari tempatnya menimba ilmu, membeli rokok ketengan. Di kantor Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara yang berdampingan dengan SMAN 1 Medan, kantinnya tidak memajang rokok. Namun tinggal bilang kalau mau beli rokok apa, pasti tersedia. Di luar gedung, di tepi-tepi jalan, rokok terjaja.
Mau lihat fasilitas umum penuh asap dan puntung rokok? Datang saja ke Pengadilan Negeri Medan. Para pencari keadilan asyik menghabiskan berbatang-batang rokok sambil menunggu jadwal persidangan. Gedung yang sudah penuh sesak oleh manusia itu, semakin sesak dengan asap rokok yang terbang menembus ventilasi minim.
Kalau di gedung dewan, jangan heran saat gedung ber-AC dipenuhi asap mengepul. Apalagi ketika rapat dengar pendapat, masyarakat dan wakilnya pas-pus riang dalam pengap. Di angkutan umum? “Payah cakaplah,” kata orang Medan. Sudah ugal-ugalan, para supir bengal sedikitpun tak peduli penumpangnya resah dan terganggu ulahnya. Diberi tahu, malah semakin menjadi.
Dikira ada harapan bersih total di rumah sakit yang seharusnya bersih dan steril. Namun, banyak juga yang curi-curi merokok di lorong-lorongnya. Kalau takut terpergok petugas keamanan, pura-pura duduk di taman-taman sekitar rumah sakit.
“Kayak manalah, aturan hukumnya tak buat jera. Cuma ditegur atau bayar denda berapa perak, itu yang ku tau. Tak pernah ku dengar ada orang merokok di Medan ini yang ditangkapi. Kalau pun ada, nanti cuma pencitraan aja, biar dibilang kerja. Jangan tipu-tipulah, kami yang tak merokok ini resah,” kata Sutini yang ditemui pekan lalu.
Perempuan 45 tahun yang tinggal di Kompleks Setia Budi Medan ini berharap para perokok lebih menghargai orang-orang sepertinya, khususnya anak-anak.
Dia meminta Pemerintah Kota Medan melarang orang merokok di sembarang tempat dengan tegas. Saat ditanya soal Perda KTR, dahi Sutini mengernyit. Katanya, kalau memang sudah ada aturan kenapa masih banyak yang melanggar.
“KTR apa? Semua bebas merokok di sini. Kasih sanksi-lah biar jera, biar berkurang orang merokok, beritakan, buat fotonya besar-besar biar malu,” tuturnya.
Koordinator Program Pengendalian Tembakau Yayasan Pusaka Indonesia, Oka Syahputra Harianda, mengatakan, mengatakan, merokok telah menjadi kebiasaan hampir di semua kelompok masyarakat Indonesia. Secara kasat mata, makin banyak anak dan remaja yang bebas merokok. Rokok juga makin mudah didapatkan dan harganya murah. Begitu pula di Medan.
Kebijakan kawasan tanpa rokok (KTR) di Medan pun tak jelas juntrungannya. Padahal, menurut Oka, pada tahun 2017, Perda KTR Kota Medan sudah masuk tahap penegakan.
“Implementasi KTR Kota Medan terlihat seperti ada atau tidak ada. Kalau dulu waktu kami masih support, kami kasih nilai 70 untuk upaya dan inisiatif Dinas Kesehatan. Pada 2017 ini, kami murni tidak terlibat lagi. Tapi kami melihat malah seperti tidak melakukan apa-apa, padahal sudah tengah tahun ini,” kata Oka.
Disinggung soal data jumlah perokok, dia menggeleng. Bukan hanya dirinya, menurut Oka, Kota Medan juga tidak punya data lokal jumlah perokok.
Baginya, ini catatan penting buat Dinas Kesehatan karena sampai hari ini tidak punya data prevalensi perokok, baik di semua level usia atau spesifik di level perokok muda. Belum lagi data jumlah penyakit yang diakibatkan rokok dan catatan rekam medis pasien.
“Lemahnya di Medan, tidak punya data lokal. Sudah adanya sebenarnya, tinggal minta saja dari semua Puskesmas, tidak susah tapi tak dilakukan. Terus pakai data nasional, data terkecilnya level provinsi,” ungkapnya.
Kerja tim pemantau KTR, lanjut dia, juga harus dievaluasi sebab punya tugas mengawasi dan menegakkan perda supaya terimplementasi. Soal siapa yang paling bertanggung jawab, Oka mengatakan, pemerintah daerah. Alasannya, perda adalah marwah dan produk wali kota. “Kalau ini serius dilakukan, masyarakat akan melihat konsistensi pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakannya,” ungkapnya.
Oka menilai, pemerintah Indonesia lamban memberikan perlindungan kesehatan kepada masyarakat akibat konsumsi rokok. Buktinya, menurut dia, hingga saat ini, Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia yang belum meratifikasi Framework Convention Tobaco Control (FCTC).
Padahal, lanjut Oka, FCTC bertujuan melindungi generasi sekarang dan mendatang terhadap kerusakan kesehatan, konsekuensi sosial, lingkungan dan ekonomi karena konsumsi tembakau dan paparan asap, serta tidak membunuh petani tembakau.
“Korban pertama dari rokok adalah perempuan dan anak, mulai dari perokok pasif dan eksploitasi industri rokok. Indonesia belum meratifikasi penggunaan tembakau berbentuk rokok, kita jauh tertinggal soal pengendalian tembakau,” ungkapnya.
Pokok-pokok FCTC meliputi adanya KTR, kemasan dan pelabelan, harga dan cukai, larangan iklan, promisi dan sponsor, rokok ilegal dan yang terakhir soal bantuan kepada petani dan pekerja rokok. Sasarannya, membentuk agenda global bagi regulasi tembakau dengan tujuan mengurangi perluasan penggunaan tembakau dan mendorong penghentiannya.
Tempat Khusus Merokok
Berdasarkan perda, tempat khusus merokok (TKM) pun wajib ada di semua tempat kerja dan fasilitas umum. Dananya bisa diambil dari dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT).
Pada rapat pembahasan RAPBD 2017 bersama Komisi B DPRD Medan pada Desember 2016, Dinkes Medan menganggarkan Rp 600 juta untuk membangun 20 TKM di fasilitas umum dan beberapa mal.
“Penandaan KTR dan penyediaan tempat khusus merokok adalah tanggung jawab pengelola. TKM hanya ada di tempat kerja dan tempat umum seperti plaza, syarat dan ketentuannya tinggal berkonsultasi dengan dinas kesehatannya. TKM itu tidak boleh ruang tertutup dan di dalam gedung utama,” kata Oka.
Menurut dia, Kantor Dinas Pendapatan Kota Medan membangun TKM dengan menggunakan dana cukai rokok. Bentuk awalnya ruangan kaca di dalam gedung utama. Setelah disidak, rencananya mau dipindahkan ke luar gedung.
TKM di kantor Camat Medan Petisah, lanjut Oka, sepengetahuannya yang paling baik sehingga mendapat penghargaan dan dijadikan percontohan.
Sementara itu, paling ketat dan tegas penegakan KTR-nya adalah RS Malahayati Medan. Katanya, di halaman parkir saja tidak boleh ada asap, harus di luar pagar atau trotoar rumah sakit.
sumber : http://regional.kompas.com/read/2017/07/05/21124771/kawasan.tanpa.rokok.di.medan.antara.ada.dan.tiada.1.