NUSA DUA, KOMPAS – Investasi yang besar pada bidang kesehatan terutama melalui kebijakan pengendalian tembakau yang kuat akan memberikan imbal balik yang luar biasa pada bangsa. Generasi muda yang bebas dari cengkeraman epidemi rokok akan menjadi penduduk yang sehat dan produktif yang bisa berkontribusi pada pembangunan bangsa.
Demikian disampaikan Ketua Asia Pacific Conference on Tobacco or Health (APACT) ke-12, Arifin Panigoro, pada pembukaan acara tersebut di Nusa Dua, Bali, Kamis (13/9/2018). Arifin mengatakan, sebagian besar masa hidupnya dilalui sebagai pengusaha. Dari sudut pandang pengusaha investasi yang baik akan memberikan hasil yang baik pula. “Investasi pada bidang kesehatan akan memberikan hasil berupa manusia yang produktif,” ujarnya.
APACT merupakan forum dua tahun sekali tempat berkumpulnya para pengambil kebijakan pada level pemerintah, organisasi masyarakat sipil bidang kesehatan dan pengendalian tembakau, akadmisi, praktisi hukum, juga organisasi pemuda di tingkat Asia Pasifik yang membahas berbagai hal terkait pengendalian tembakau. Mereka bertemu untuk saling berbagi perkembangan terbaru dalam pengendalian tembakau dan belajar satu sama lain dalam isu ini untuk mencari strategi bagaimana menyelamatkan masyarakat terutama anak, remaja, dan perempuan dari cengkeraman industri rokok.
Setelah APACT ke-11 digelar di Beijing, China kini APACT ke-12 diadakan di Nusa Dua, Bali. Pertemuan APACT berikutnya akan diadakan di Bangkok, Thailand. APACT ke-12 di Bali mengusung tema “Tobacco Control for Sustainable Development: Ensuring a Healthy Generation”.
APACT ke-12 di Nusa Dua ini dihadiri hampir 1.000 peserta dari 29 negara. Ada 244 peserta yang akan melakukan presentasi langsung dan hampir 500 presentasi poster. Selain itu, ada juga 25 lembaga yang berpartisipasi dengan berbagi capaian mereka dalam pengendalian tembakau dalam program APACT Village. APACT kali ini juga menghadirkan 35 jurnalis dari kawasan Asia Pasifik, 50 perwakilan organisasi pemuda terpilih dari 16 negara.
Sementara itu, Menteri Kesehatan Nila Moeloek mengatakan, penting bagi kita saat ini untuk kembali mengingat bahwa tragedi tengah terjadi ketika industri rokok menyasar anak dan remaja juga perempuan dan menyebabkan kesakitan serta kematian di dunia. Untuk itu, perlu usaha bersama untuk menyelamatkan generasi Indonesia yang akan datang dari serbuan industri rokok.
Mengutip data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Nila menyebutkan, diperkirakan di dunia ada tujuh juta orang meninggal dunia per tahun karena mengonsumsi rokok. Rokok menjadi satu faktor risiko utama penyakit tidak menular di dunia. Tahun 2017, WHO menyebutkan kematian dini akibat penyakit tidak menular pada kelompok umur 30-69 tahun sebanyak 15 juta. Mayoritas disebabkan oleh penyakit kardiovaskular, kanker, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) yang disebabkan oleh rokok.
Kawasan Asia Pasifik termasuk Indonesia di dalamnya juga menghadapi serbuan industri rokok yang massif. Di Indonesia, misalnya, perokok dari kelompok umur 15-19 meningkat dua kali lipat dari 12,7 persen tahun 2001 menjadi 23,1 tahun 2013. Survei Indikator Kesehatan Nasional (Sirkesnas) Tahun 2016 juga menunjukkan, 54,8 persen laki-laki umur 15-25 tahun adalah perokok.
Melalui rekaman video, Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, menyampaikan, WHO memiliki Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC) sebagai instrumen dalam pengendalian tembakau yang bisa dipakai oleh negara-negara di dunia. Saat ini telah ada 181 negara para pihak yang menandatangani, meratifikasi, maupun mengaksesi FCTC. Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia yang belum mengaksesi FCTC.
“Asia Pasifik memiliki karakteristik dan tantangan yang unik dalam pengendalian tembakau. Saya berharap para peserta APACT bisa mengidentifikasi strategi baru dalam pengendalian tembakau. WHO siap mendukung negara-negara untuk mewujudkan dunia yang bebas rokok,” tegasnya.